Minggu, 02 Agustus 2009

Seputaran Jembatan Ampera



Di postingan sebelumnya, Mas Senda telah menggambarkan sebagian kecil pesona Kota Gede Yogyakarta dengan Masjid Mataramnya. Sekarang aku akan memulai plesiranku dari bagian selatan pulau Sumatera, tepatnya di Ibu Kota Propinsi Sumatera Selatan, Palembang.

Sekarang kita sedang berada di seputaran Jembatan Ampera yang merupakan Identitas dan Jantung kota Palembang. Jembatan Ampera, terletak di tengah-tengah kota Palembang, menghubungkan daerah Seberang Ulu dan Seberang Ilir yang dipisahkan oleh Sungai Musi.

Berikut struktur Jembatan Ampera:
Panjang : 1.117 m (bagian tengah 71,90 m)
Lebar : 22 m
Tinggi : 11.5 m dari permukaan air
Tinggi Menara : 63 m dari permukaan tanah
Jarak antara menara : 75 m
Berat : 944 ton

Pembangunan jembatan ini dimulai pada tanggal 16 September 1960, setelah mendapat persetujuan dari Presiden Soekarno. Awalnya, jembatan ini, dinamai Jembatan Bung Karno. Menurut sejarawan Djohan Hanafiah, pemberian nama tersebut sebagai bentuk penghargaan kepada Presiden RI pertama itu. Bung Karno secara sungguh-sungguh memperjuangkan keinginan warga Palembang, untuk memiliki sebuah jembatan di atas Sungai Musi.

Peresmian pemakaian jembatan dilakukan pada tahun 1965, sekaligus mengukuhkan nama Bung Karno sebagai nama jembatan. Pada saat itu, jembatan ini adalah jembatan terpanjang di Asia tenggara. Setelah terjadi pergolakan politik pada tahun 1966, ketika gerakan anti-Soekarno sangat kuat, nama jembatan itu pun diubah menjadi Jembatan Ampera (Amanat Penderitaan Rakyat).

Dahulu, bagian tengah jembatan dapat digerakkan naik turun. Jika ada Kapal Api yang melintas di bawah jembatan, maka bagian tengah jembatan dapat di naikkan, sehingga memberi ruang untuk kapal tersebut lewat. Tetapi saat ini kita tidak dapat menikmati pemandangan ini lagi, selain beberapa alat untuk menggerakkannya sudah rusak/tidak ada lagi (akibat tangan2 usil yang dengan sengaja mempreteli baut2 dan dijual ke tukang besi kiloan) juga, dapat mengganggu arus lalu lintas diatas jembatan tersebut. Sebagai informasi, pusat pemerintahan kota Palembang berada di bagian Ilir, jadi orang2 yg tinggal di bagian Ulu yg beraktivitas di daerah Ilir mau tidak mau harus melewati jembatan ini.

Sumber: Wikipedia



Tidak jauh dari Jambatan Ampera, ada sebuah benteng yang merupakan peninggalan bersejarah dari Kesultanan Palembang Darussalam. Benteng tersebut bernama Benteng Kuto Besak yang menghadap kearah tenggara dan berada di tepian Sungai Musi. Benteng ini berbentuk persegi panjang dengan ukuran 288.75 x 183.75 meter dengan tinggi 9.99 meter, sementara tebalnya 1.99 meter.

Tujuan pembangunan Benteng ini adalah untuk melindungi Kesultanan Palembang Darussalam dari serangan dan gempuran musuh. Dengan letak Benteng yang berada di antara sunga-sungai, maka siapapun tidak akan mudah memasuki benteng karena karena harus melalui titik2 tertentu. Dahulu kala, benteng ini juga berfungsi sebagai keraton. Pada abad ke-18, benteng ini menjadi pusat kesultanan Palembang Darussalam yang ke-4, setelah Keraton Kuto Gawang, Keraton Beringin Janggut dan Keraton Kuto Batu/Kuto Lama.

Sumber: Melayu Online (http://melayuonline.com)

Saat ini pelataran Benteng kuto besak atau yang disebut dengan Plaza BKB di jadikan tempat untuk mengadakan berbagai pertunjukkan budaya & seni dan menjadi tempat favorit warga Palembang untuk menghabiskan waktu sembari memandangi keelokan Jembatan Ampera dan Sungai Musi.

Sekian dulu perjalanan kita di seputaran Jembatan Ampera, nantikan postingan selanjutnya, masih dari kota Palembang.

Salam Jalan-jalan,
Ayuk Lin
Sang Lirik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar