Yiiiihaaaa, akhirnya setelah sekian lama mendekam tanpa jalan-jalan, hari ini hasrat traveling saya tersalurkan juga. Setelah memikirkan berbagai pertimbangan akhirnya saya berangkat menuju Karawang sendiri, menggunakan kendaraan pribadi mencari situs candi peninggalan Kerajaaan Tarumanegara. Mau tahu bagaimana perjalanan saya, ayoo terus baca....
Perjalanan
Perjalanan menuju Candi Jiwa (Karawang), bisa dibilang mudah, namun jauhnya itu buat saya sampai geleng-geleng kepala, tapi ya nggak sampai goyang badan, nanti keterusan jadi goyang Karawang lagi, hehehe....
Well, kalau kita ingin ke Candi Jiwa, rute perjalanannya mudah kok, dari Jakarta kita bisa lewat via tol Cikampek, keluar di pintu keluar tol Cikarang Barat, nanti ambil jurusan Rengasdengklok. Nah dari sini ikuti saja plang Candi Jiwa, hampir setiap 8 – 15 Km ada plang Candi Jiwa, jadi kita tidak perlu khawatir nyasar.
Patokannya setelah melewati Pasar Rengasdengklok, kita belok kiri ke arah Batujaya, ikuti terus petunjuk jalannya sampai di pertigaan belok kanan, sekitar 7 Km kita sampai lokasi.
Hmm bagi sobat lirak-lirik yang memperhatikan jalanan, jangan terlalu terpengaruh dengan jarak yang disajikan oleh plang, karena kenyataannya jarak asli dan petunjuknya beda jauh banget. Di petunjuk tertulis sekitar 68 Km, padahal menurut perkiraan saya membawa mobil, perjalanan ke sana lebih dari 68 Km, hampir 80 Km perjalanannya, so jangan kaget kalau ternyata jaraknya jauh banget....
Persiapan Makanan
Karena masih desa, kita akan sulit menemukan tempat makanan, memang ada tempat makan di daerah pasar, namun akan sangat merepotkan bila kita pergi menggunakan kendaraan pribadi seperti mobil, karena memang lahan parkirnya sangat terbatas. Jadi kalau bisa bawa bekal yang cukup banyak dari rumah, hehehe....
Candi Jiwa
Candi ini adalah candi pertama kali ditemukan dan dipugar, bentuknya memang berantakan karena ketika ditemukan belum terlihat bentuk bangunannya dengan jelas, candi ini mengingatkan saya dengan Candi Bubrah yang ada di Kompleks Candi Prambanan.
Awalnya candi ini hanya gundukan tanah, namun pada tahun 1985 kemudian di ekskavasi dan dilanjutkan pada tahun 1986 oleh tim Arkeolog FSUI.
Yang ditemukan dari candi ini hanyalah bagian bawah (fondasi saja), ukurannya 19 x 19 m, dengan tinggi keseluruhan bangunan yang tersisa 4,7 m dan luas areal candi 500 m2. Candi ini tidak ada tangga, tidak diketahui persis dahulu berbentuk seperti apa, yang jelas candi ini sepertinya bagian dari candi lainnya, namun bukan untuk ditinggali seperti candi Ratuboko yang memang menjadi singgasana Ratuboko, di Jogja.
Letak candinya dibawah permukaan tanah, mirip seperti Candi Sambisari di Jogja, jadi ada tangga ke bawah untuk bisa sampai ke candi tersebut.
Candi Blandongan
Candi ini bentuknya lebih baik dibandingkan dengan Candi Jiwa, ketika saya kesana bentuknya seperti ruang kerajaan, mengingatkan saya dengan Candi Ratuboko yang ada di Jogja, ketika pertama kali ditemukan inskripsi dari emas yang berisi fragmen ayat-ayat suci agama Budha. Dari candi inilah teka-teki candi ini Budha atau Hindu terpecahkan....
Candi ini berukuran bujur sangkar 25 x 25 m di bagian utama candinya, secara keseluruhan luas areal candi ini 110 x 38 m. Candi ini cukup luas karena di sekitarnya kemungkinan besar ada candi-candi perwara yang lebih kecil, ketika saya kesana, batu-batu di sekeliling candinya masih disusun jadi belum tampak jelas susunannya.
Bentuk candi ini saya yakin akan bagus karena bentuknya sudah menyerupai bangunan di masa lalu, sayangnya ketika saya kesana masih dalam tahap finishing.
Candi Serut
Candi ini sangat luas bila dibandingkan dengan candi-candi lainnya karena saat bangunan tengahnya di ekskavasi luasnya hampir sama dengan Candi Blandongan, padahal ketika saya kesana, tanah-tanahnya terlihat memerah seperti ada batu bata di dalamnya. Kata warga sekitar sebenarnya yang saya pijak saat ini adalah bagian dari wilayah candi, termasuk beberapa rumah warga di daerah sekitar (jumlahnya kalau tidak salah mencapai 10 rumah dengan rata-rata luas rumah 100m2 jadi bisa kebayang dong luasnya berapa besar....
Tidak hanya itu di areal candi ini juga ada sumur yang besar sekali, hmm mengingatkan saya kembali pada Candi Ratuboko lengkap dengan pemandiannya. Saya membayangkan pasti mewah sekali pemandian dan tempat tinggal raja-raja ya....
Hiasan Bangunan dan Arca
Karena candi ini diduga candi pertama di Indonesia, karena itu ornamennya tidak kompleks, sangat berbeda dengan candi terakhir peninggalan Brawijaya yang ornamen dan detilnya kompleks. Bentuk dari hiasan stuko dari candi berbentuk bunga Lotus, gelungan, pita manik-manik dan situs Nilanda.
Untuk arca beragam, terdiri dari empat kelompok:
1. Arca Batu.
Yang ditemukan dalam Candi Blandongan bentuknya seperti ikalan rambut Budha yang terpecah-pecah.
2. Arca Perunggu.
Berbentuk kaki dari patung Budha.
3. Arca Stuko.
Arca yang terbuat dari bahan Stuko ini berbentuk tokoh manusia, mahluk kdewataan dan arca-arca hewan. Ukurannya tidak sebesar candi-candi yang ada di Jogja
4. Arca Terakota.
Bentuk arcanya mirip dengan relief yang arca dari Thailand dan Kambodja.
Kesan Sang Lirak
Candi di daerah ini memang bentuknya tidak sebagus candi-candi di Jogja, karena bahan materialnya terbuat dari bata merah, mirip Candi Muara Takus. Lain halnya dengan candi di Jogja yang berbahan andesit. Di candi ini bahan andesit hanya dipakai untuk pijakan saja, sedangkan untuk struktur bangunan semua menggunakan bata merah.
So, jangan terlalu berharap lebih banyak karena memang bentuknya juga tidak semenarik di Jogja. Meski begitu ada satu hal yang menurut saya bagus dari candi ini. Yang pertama, keberanian raja terdahulu membangun areal kerajaan di daerah ini mengingat tanah di daerah ini dulunya adalah rawa yang sangat rentan tanahnya, pasti kemungkinan untuk gagal sangat besar, namun dengan perhitungan yang cukup matang sebuah bangunan nan megah dibuat, so pasti ilmu pertanahan mereka jago banget kan....
Untuk beberapa daerah candi, jalannya sudah dibeton, so jangan khawatir akan belok, karena jalannya sudah mulus. Candi-candi lainnya masih belum rampung jadi kita belum bisa melihat utuhnya seperti apa, satu hal yang saya yakini, bentuknya pasti bagus banget kalau sudah jadi.
So, nggak perlu banyak baca blog ini, langsung saja berpetualang ke sana....
Salam Jalan-Jalan
Mas Senda
Sang Lirak
Senin, 20 Juni 2011
Selasa, 31 Mei 2011
Kesan saya selama di Macau
Waw lama sekali sobat Lirak-Lirik saya tidak menulis blog di sini. Sebenarnya bukan karena malas menulis sobat, tapi karena memang saya sedang tidak jalan-jalan dulu untuk sementara waktu. Jadi harap maklum blog ini tidak di isi-isi.
Well, sekarang saya akan bercerita kesan saya terhadap kota Macau dan segala pernak-perniknya. Sungguh ketika saya pertama kali ke Macau, saya sangat takjub dengan eksotika lampu warna warni yang berkilau di malam hari.
Tempat Judi
Julukan sebagai Las Vegasnya Asia rasanya memang tidak salah, karena tidak ada gedung tanpa tempat judi dan hampir semua orang yang datang kesini untuk berjudi. Jadi jangan heran kalau di setiap hotel bintang 4 keatas ada tempat judinya.
Satu hal yang buat saya tercengang saat saya memasuki sebuah kasino yang sangat besar di Macau. Namanya adalah The Venetian, tempatnya luar biasa luas dan semua isinya meja judi seperti yang biasa saya lihat di film-film Hongkong tentang perjudian.
Yang membuat saya semakin tidak habis pikir saat semua orang berbondong-bondong datang ke meja judi mempertaruhkan uang dollar Hongkong yang nilainya sekitar Rp. 10.000.000 dan raib hanya dalam waktu 15 menit saja. Sungguh semua ini membuat saya tidak habis pikir, kenapa orang ini sangat bodoh membuang uangnya hanya untuk kesenangan yang tidak jelas.
Itu tempat judinya, sekarang bagaimana dengan bangunan bersejarahnya?
Sebenarnya banyak tempat sejarah di Macau salah satunya adalah Kuil A-Ma. Kuil A-Ma dahulu merupakan tempat peribadatan. Ketika orang Portugis pertama kali mendarat di Macau, daerah tersebut dijadikan tempat penampungan bagi mereka. Bangunannya terdiri atas banyak ruangan untuk berdoa, paviliun, dan di sekitarnya terdapat halaman luas. Kuil ini dibangun di bukit berbatu dan di halamannya terdapat banyak jalan menuju taman-taman mini yang indah.
Pada gerbang memasuki wilayah Kuil A-Ma terdapat sebuah batu besar yang di atasnya terdapat sampan tradisional yang berumur lebih dari 400 tahun lalu. Kuil ini juga memberikan berkah kapada yang datang. Konon, menurut legenda Cina, dengan menyentuh puncak gerbang berbentuk bulan yang berada di atas bukit akan membawa keberuntungan dalam hal percintaan.
Ketika saya disana, saya tidak melakukan ritual apapun, saya hanya tertarik dengan cara mereka meyakini sebuah kebudayaan yang diwariskan turun temurun. Dan ini sisi religius yang berbanding terbalik dengan sebagian orang Macau yang sibuk menghaburkan uang untuk berjudi.
Brand Internasional yang Murah
Jujur saya sangat terkejut saat menyambangi brand-brand terkenal seperti Burberry Porsum, Polo, Pull and Bear, yang harganya sangat jauh bila dibandingkan dengan Indonesia. Saat saya berkunjung ke Pull and Bear saya menemukan topi berbulu yang harganya kalau dikurskan ke rupiah hanya Rp. 150.000 saja, padahal kalau di Indonesia jangan harap bisa dapatin topi seperti ini dengan harga segitu. Mungkin semua ini karena mereka bebas bea masuk ya, jadi semua harga jadi sangat miring....
Kota yang sangat kecil....
Sejujurnya Macau itu kota yang sangat kecil, bila dibandingkan dengan Jakarta, Macau sangat kecil dan tidak ada apa-apanya. Bayangkan saja saya dalam jangka waktu satu setengah jam saja bisa mengelilingi semua kota tanpa terkecuali. Jadi wajar sekali kalau kota ini sangat rapih dan tertata apik seperti Singapore.
Taman yang tidak diminati warganya
Saya sangat heran dengan warga Macau yang sepertinya tidak punya kepedulian dengan tamannya. Selama beberapa hari tinggal di Macau saya tidak pernah melihat warga Macau mengunjungi taman mereka, padahal taman kota mereka bagus banget dan sangat tertata apik. Sayang sekali fasilitas kota senyaman ini tidak dinikmati oleh mereka, kalau saya sih tipe orang yang senang dengan taman, jadi ya tidak bisa lihat taman dikit langsung leyeh-leyeh di kursi taman sambil menikmati hijau dedaunan....
BMI
Di Macau banyak warga kita yang menjadi BMI lho, mereka biasanya jadi penjaga toko di toko souvenir milik warga Macau dan spesialis menyapa para wisatawan Indonesia yang doyan banget belanja. Mereka seperti melihat emas saat saya dan teman-teman satu rombongan datang ke toko mereka.
Kalau saya sih nggak tertarik belanja-belanja karena kualitasnya menurut saya sih nggak bagus, jadi nggak worth it lha belanja souvenir mahal-mahal. Tapi ya namanya orang Indonesia lihat barang aneh langsung aja dibeli, nck... nck....
Satu hal BMI disana cukup terjamin hidupnya, karena pendapatannya cukup besar. Kalau dirupiahkan sekitar tiga juta rupiah, tapi ya itu di Macau suasananya ngebosenin dan gak ada hiburan yang berarti selain tempat judi, kalau mau ikutan bisa aja, tapi siapa yang mau mempertaruhkan gajinya hanya untuk foya-foya saja.
At least banyak dari mereka sukses mengumpulkan uang untuk dibawa ke Indonesia, kalau yang dapat majikan kurang beruntung ya wajar lha, namanya juga di negeri orang. Hanya saja yang jelas di sini hukum berjalan adil kok, nggak kaya di negeri sendiri yang lebih mementingkan para pejabat....
Kesimpulannya
Macau asyik dikunjungi, tapi nggak usah terlalu lama, 3 hari sudah cukup untuk tahu semuanya karena kota ini menurut saya sangat kecil dan bisa kita ubek-ubek dalam 3 hari saja. Kecuali kalau memang mau tinggal di sana ya monggo....
Salam Jalan-Jalan
Mas Senda
Sang Lirak
Well, sekarang saya akan bercerita kesan saya terhadap kota Macau dan segala pernak-perniknya. Sungguh ketika saya pertama kali ke Macau, saya sangat takjub dengan eksotika lampu warna warni yang berkilau di malam hari.
Tempat Judi
Julukan sebagai Las Vegasnya Asia rasanya memang tidak salah, karena tidak ada gedung tanpa tempat judi dan hampir semua orang yang datang kesini untuk berjudi. Jadi jangan heran kalau di setiap hotel bintang 4 keatas ada tempat judinya.
Satu hal yang buat saya tercengang saat saya memasuki sebuah kasino yang sangat besar di Macau. Namanya adalah The Venetian, tempatnya luar biasa luas dan semua isinya meja judi seperti yang biasa saya lihat di film-film Hongkong tentang perjudian.
Yang membuat saya semakin tidak habis pikir saat semua orang berbondong-bondong datang ke meja judi mempertaruhkan uang dollar Hongkong yang nilainya sekitar Rp. 10.000.000 dan raib hanya dalam waktu 15 menit saja. Sungguh semua ini membuat saya tidak habis pikir, kenapa orang ini sangat bodoh membuang uangnya hanya untuk kesenangan yang tidak jelas.
Itu tempat judinya, sekarang bagaimana dengan bangunan bersejarahnya?
Sebenarnya banyak tempat sejarah di Macau salah satunya adalah Kuil A-Ma. Kuil A-Ma dahulu merupakan tempat peribadatan. Ketika orang Portugis pertama kali mendarat di Macau, daerah tersebut dijadikan tempat penampungan bagi mereka. Bangunannya terdiri atas banyak ruangan untuk berdoa, paviliun, dan di sekitarnya terdapat halaman luas. Kuil ini dibangun di bukit berbatu dan di halamannya terdapat banyak jalan menuju taman-taman mini yang indah.
Pada gerbang memasuki wilayah Kuil A-Ma terdapat sebuah batu besar yang di atasnya terdapat sampan tradisional yang berumur lebih dari 400 tahun lalu. Kuil ini juga memberikan berkah kapada yang datang. Konon, menurut legenda Cina, dengan menyentuh puncak gerbang berbentuk bulan yang berada di atas bukit akan membawa keberuntungan dalam hal percintaan.
Ketika saya disana, saya tidak melakukan ritual apapun, saya hanya tertarik dengan cara mereka meyakini sebuah kebudayaan yang diwariskan turun temurun. Dan ini sisi religius yang berbanding terbalik dengan sebagian orang Macau yang sibuk menghaburkan uang untuk berjudi.
Brand Internasional yang Murah
Jujur saya sangat terkejut saat menyambangi brand-brand terkenal seperti Burberry Porsum, Polo, Pull and Bear, yang harganya sangat jauh bila dibandingkan dengan Indonesia. Saat saya berkunjung ke Pull and Bear saya menemukan topi berbulu yang harganya kalau dikurskan ke rupiah hanya Rp. 150.000 saja, padahal kalau di Indonesia jangan harap bisa dapatin topi seperti ini dengan harga segitu. Mungkin semua ini karena mereka bebas bea masuk ya, jadi semua harga jadi sangat miring....
Kota yang sangat kecil....
Sejujurnya Macau itu kota yang sangat kecil, bila dibandingkan dengan Jakarta, Macau sangat kecil dan tidak ada apa-apanya. Bayangkan saja saya dalam jangka waktu satu setengah jam saja bisa mengelilingi semua kota tanpa terkecuali. Jadi wajar sekali kalau kota ini sangat rapih dan tertata apik seperti Singapore.
Taman yang tidak diminati warganya
Saya sangat heran dengan warga Macau yang sepertinya tidak punya kepedulian dengan tamannya. Selama beberapa hari tinggal di Macau saya tidak pernah melihat warga Macau mengunjungi taman mereka, padahal taman kota mereka bagus banget dan sangat tertata apik. Sayang sekali fasilitas kota senyaman ini tidak dinikmati oleh mereka, kalau saya sih tipe orang yang senang dengan taman, jadi ya tidak bisa lihat taman dikit langsung leyeh-leyeh di kursi taman sambil menikmati hijau dedaunan....
BMI
Di Macau banyak warga kita yang menjadi BMI lho, mereka biasanya jadi penjaga toko di toko souvenir milik warga Macau dan spesialis menyapa para wisatawan Indonesia yang doyan banget belanja. Mereka seperti melihat emas saat saya dan teman-teman satu rombongan datang ke toko mereka.
Kalau saya sih nggak tertarik belanja-belanja karena kualitasnya menurut saya sih nggak bagus, jadi nggak worth it lha belanja souvenir mahal-mahal. Tapi ya namanya orang Indonesia lihat barang aneh langsung aja dibeli, nck... nck....
Satu hal BMI disana cukup terjamin hidupnya, karena pendapatannya cukup besar. Kalau dirupiahkan sekitar tiga juta rupiah, tapi ya itu di Macau suasananya ngebosenin dan gak ada hiburan yang berarti selain tempat judi, kalau mau ikutan bisa aja, tapi siapa yang mau mempertaruhkan gajinya hanya untuk foya-foya saja.
At least banyak dari mereka sukses mengumpulkan uang untuk dibawa ke Indonesia, kalau yang dapat majikan kurang beruntung ya wajar lha, namanya juga di negeri orang. Hanya saja yang jelas di sini hukum berjalan adil kok, nggak kaya di negeri sendiri yang lebih mementingkan para pejabat....
Kesimpulannya
Macau asyik dikunjungi, tapi nggak usah terlalu lama, 3 hari sudah cukup untuk tahu semuanya karena kota ini menurut saya sangat kecil dan bisa kita ubek-ubek dalam 3 hari saja. Kecuali kalau memang mau tinggal di sana ya monggo....
Salam Jalan-Jalan
Mas Senda
Sang Lirak
Kamis, 24 Maret 2011
Serunya Museum Zoology
Letaknya
Museum Zoology terletak di areal Kebun Raya Bogor, tepatnya di jalan Ir. H. Juanda No. 9. Dari stasiun Bogor tidak terlalu jauh kok, hanya perlu sekali naik angkot saja. Tapi ya kalau week end harus ekstra sabar karena macetnya bener-bener bikin hati teriris (lebay.com). But, anyway kalau sudah sampai sana sih pasti senang namanya juga jalan-jalan....
Koleksi
Sobat Lirak Lirik pasti akan berdecak kagum dengan koleksi jutaan spesimen yang terdiri dari puluhan ribu jenis fauna dari berbagai jenis. Diantaranya 650 jenis binatang mamalia (menyusui), 1100 jenis burung yang berasal berbagai wilayah di Indonesia, 600 jenis reptil dan ikan, moluska yang terdiri dari 2300 jenis, 10.000 jenis serangga serta 700 jenis invertebrate lainnya.
Saya saja sampai geleng-geleng kepala melihat banyaknya binatang yang sudah diawetkan, mirip kebun binatang hanya saja hewannya mati. Waktu saya kesana saya dibuat takjub dengan koleksi kupu-kupu dari museum ini, benar-benar terheran-heran ternyata museum ini punya banyak sekali koleksi kupu-kupu Indonesia lho....
Sejarahnya
Menurut sejarah berdirinya museum ini merupakan gagasan dari Dr. JC Koningsberger, dia adalah seorang ahli botani yang sedang berkunjung ke Kota Bogor pada Agustus 1894. Pada saat itulah museum yang luasnya 402m2 ini mulai dibangun hingga selesai akhir Agustus 1901, lalu saat itu diberi nama Landbouw Zoologisch Museum.
Kemudian pada 1906 namanya berubah menjadi Zoologisch Museum. Empat tahun kemudian namanya berubah kembali menjadi Zoologisch Museum en Laboratorium. Setelah sempat tidak berkembang karena pergolakan politik dunia pada masa penjajahan Jepang, lalu museum ini berganti nama lagi menjadi Museum Zoologicum Bogoriense di antara tahun 1945-1947. Hingga kini nama tersebut terus digunakan, kemudian sering disebut Museum Zoologi Bogor.
Kesan Sang Lirak
Museum ini benar-benar menyajikan pengalaman menarik untuk dikunjungi, beberapa spsesies kukang yang langka ada dan sudah diawetkan di sini. Dari kunjungan ke museum ini kita akan tercengang dengan ragam spesies di Indonesia. Sayangnya kita seringkali tidak peduli dengan spesies yang hidup di Indonesia, hingga mereka punah satu persatu....
Salam Jalan-Jalan
Mas Senda
Sang Lirak
Museum Zoology terletak di areal Kebun Raya Bogor, tepatnya di jalan Ir. H. Juanda No. 9. Dari stasiun Bogor tidak terlalu jauh kok, hanya perlu sekali naik angkot saja. Tapi ya kalau week end harus ekstra sabar karena macetnya bener-bener bikin hati teriris (lebay.com). But, anyway kalau sudah sampai sana sih pasti senang namanya juga jalan-jalan....
Koleksi
Sobat Lirak Lirik pasti akan berdecak kagum dengan koleksi jutaan spesimen yang terdiri dari puluhan ribu jenis fauna dari berbagai jenis. Diantaranya 650 jenis binatang mamalia (menyusui), 1100 jenis burung yang berasal berbagai wilayah di Indonesia, 600 jenis reptil dan ikan, moluska yang terdiri dari 2300 jenis, 10.000 jenis serangga serta 700 jenis invertebrate lainnya.
Saya saja sampai geleng-geleng kepala melihat banyaknya binatang yang sudah diawetkan, mirip kebun binatang hanya saja hewannya mati. Waktu saya kesana saya dibuat takjub dengan koleksi kupu-kupu dari museum ini, benar-benar terheran-heran ternyata museum ini punya banyak sekali koleksi kupu-kupu Indonesia lho....
Sejarahnya
Menurut sejarah berdirinya museum ini merupakan gagasan dari Dr. JC Koningsberger, dia adalah seorang ahli botani yang sedang berkunjung ke Kota Bogor pada Agustus 1894. Pada saat itulah museum yang luasnya 402m2 ini mulai dibangun hingga selesai akhir Agustus 1901, lalu saat itu diberi nama Landbouw Zoologisch Museum.
Kemudian pada 1906 namanya berubah menjadi Zoologisch Museum. Empat tahun kemudian namanya berubah kembali menjadi Zoologisch Museum en Laboratorium. Setelah sempat tidak berkembang karena pergolakan politik dunia pada masa penjajahan Jepang, lalu museum ini berganti nama lagi menjadi Museum Zoologicum Bogoriense di antara tahun 1945-1947. Hingga kini nama tersebut terus digunakan, kemudian sering disebut Museum Zoologi Bogor.
Kesan Sang Lirak
Museum ini benar-benar menyajikan pengalaman menarik untuk dikunjungi, beberapa spsesies kukang yang langka ada dan sudah diawetkan di sini. Dari kunjungan ke museum ini kita akan tercengang dengan ragam spesies di Indonesia. Sayangnya kita seringkali tidak peduli dengan spesies yang hidup di Indonesia, hingga mereka punah satu persatu....
Salam Jalan-Jalan
Mas Senda
Sang Lirak
Minggu, 23 Januari 2011
Perjuangan ke Candi Ijo
Yihha, apa kabar sobat Lirak-Lirik? Kali ini saya akan mengajak sobat lirak lirik untuk menapaki salah satu candi yang paling tinggi di Jogjakarta. Nah mau tahu serunya candi ini, mari kita jalan-jalan....
Perjalanan kami ke candi Ijo....
Sebenarnya perjalanan menuju candi Ijo tidak terlalu sulit, pokoknya kalau sudah sampai Jogja kita pergi ke arah Prambanan, nanti kalau sudah ada pertigaan pasar, ikuti arah candi ratu boko. Nanti ikuti jalan itu terus saja, kalau sudah sampai pertigaan bukit kedua (pertigaan bukit pertama ratu boko tapi kalau pertigaan candi yang kedua menuju ke candi Ijo), kita belok kiri.
Nah barulah kita mulai menanjak tinggi....
Sejujurnya barulah terasa capeknya numpang motor sama teman. Betapa tidak saya harus lari ngos-ngosan menuju puncak. Energi saya seperti disedot habis untuk dapat sampai ke puncak candi ini.
Bukannya saya tidak kuat nanjak, tapi ini semua terjadi lantaran saya sebelumnya mendaki candi barong. So, habis sudah energi saya mendaki candi ini....
Beruntungnya candi ini tidak mengecewakan, ketika sampai di sana kita akan mendapati pemandangan yang sangat menarik. Bayangkan dari atas candi ini terlihat satu kota Jogja (pemandangan yang sama persis kalau kita melihat Jogja dari Bukit Bintang).
Sejarah Candi Ijo
Nama candi ini disesuaikan dengan tempat temuannya, yaitu di bukit Ijo, yang berada di dusun Groyokan, kelurahan Sambirejo, Kecamatan Prambanan, sleman Yogyakarta.
Kata Ijo sendiri diambil dari kata ijo yang berarti hijau yang pertama kalinya ada dalam prasasti Poh yang berasal dari tahun 906 Masehi.
Di dalam kompleks candi ini terdapat 17 bangunan yang berada pada sebelas teras berundak. Pada bagian pintu masuk terdapat ukiran kala makara, berupa mulut raksasa (kala) yang berbadan naga (makara), seperti yang nampak pada pintu masuk Candi Borobudur. Dalam kompleks candi ini terdapat tiga candi perwara yang menunjukkan penghormatan masyarakat Hindu kepada Trimurti: Brahma, Wisnu, dan Syiwa.
Setiap candi perwara memiliki isi yang berbeda. Pada candi perwara tengah terdapat patung Sapi (dalam mitologi Hindu, Sapi adalah kendaraan dari Dewa Siwa). Sedangkan di candi yang mengapitnya terdapat lingga dan yoni.
Untuk candi utamanya terdapat lingga dan yoni yang sangat besar (bila dibandingkan dengan candi sambi sari).
Struktur bangunan lain yang ada di kompleks percandian Ijo, antara lain terdapat pada teras kesembilan, berupa sisa batur bangunan yang menghadap ke timur. Di teras kedelapan terdapat tiga buah candi dan empat buah batur bangunan, serta ditemukan dua buah prasasti batu. Salah satu prasasti ditemukan di atas dinding pintu masuk candi yang diberi kode F. Prasasti batu tersebut setinggi satu meter dengan tulisan berbunyi Guywan, oleh Soekarno dibaca Bluyutan yang berarti pertapaan. Prasasti batu yang lain berukuran tinggi 14 cm, tebal 9 cm, memuat 16 buah kalimat yang berupa mantra kutukan yang diulang-ulang berbunyi Om sarwwawinasa, sarwwawinasa. Prasasti-prasasti tersebut tidak menyebut angka tahun, tetapi dari sudut paleografis dapat diperkirakan berasal dari abad VIII-IX M, sehingga candi Ijo diduga juga dibangun pada periode yang sama. Di teras kelima terdapat satu candi dan dua batur, sedangkan di teras keempat dan teras pertama masing-masing terdapat satu candi. Namun, teras kesepuluh, ketujuh, keenam, ketiga dan kedua tidak ditemukan bangunan.
Oh ya candi ini terletak pada ketinggian 395,481 m diatas permukaan air laut, viewnya ok banget untuk lihat satu kota Jogja beserta bandaranya.
Kesimpulan saya
Candi ini harus dikunjungi kalau sobat lirak lirik ke Jogja, karena keindahannya sayang untuk dilewatkan. So, kalau ke Jogja jangan cuma mampir ke candi Prambanan saja, masih ada candi yang indah kok di Jogja selain candi-candi besar
Salam Jalan-Jalan
Mas Senda
Sang Lirak
Perjalanan kami ke candi Ijo....
Sebenarnya perjalanan menuju candi Ijo tidak terlalu sulit, pokoknya kalau sudah sampai Jogja kita pergi ke arah Prambanan, nanti kalau sudah ada pertigaan pasar, ikuti arah candi ratu boko. Nanti ikuti jalan itu terus saja, kalau sudah sampai pertigaan bukit kedua (pertigaan bukit pertama ratu boko tapi kalau pertigaan candi yang kedua menuju ke candi Ijo), kita belok kiri.
Nah barulah kita mulai menanjak tinggi....
Sejujurnya barulah terasa capeknya numpang motor sama teman. Betapa tidak saya harus lari ngos-ngosan menuju puncak. Energi saya seperti disedot habis untuk dapat sampai ke puncak candi ini.
Bukannya saya tidak kuat nanjak, tapi ini semua terjadi lantaran saya sebelumnya mendaki candi barong. So, habis sudah energi saya mendaki candi ini....
Beruntungnya candi ini tidak mengecewakan, ketika sampai di sana kita akan mendapati pemandangan yang sangat menarik. Bayangkan dari atas candi ini terlihat satu kota Jogja (pemandangan yang sama persis kalau kita melihat Jogja dari Bukit Bintang).
Sejarah Candi Ijo
Nama candi ini disesuaikan dengan tempat temuannya, yaitu di bukit Ijo, yang berada di dusun Groyokan, kelurahan Sambirejo, Kecamatan Prambanan, sleman Yogyakarta.
Kata Ijo sendiri diambil dari kata ijo yang berarti hijau yang pertama kalinya ada dalam prasasti Poh yang berasal dari tahun 906 Masehi.
Di dalam kompleks candi ini terdapat 17 bangunan yang berada pada sebelas teras berundak. Pada bagian pintu masuk terdapat ukiran kala makara, berupa mulut raksasa (kala) yang berbadan naga (makara), seperti yang nampak pada pintu masuk Candi Borobudur. Dalam kompleks candi ini terdapat tiga candi perwara yang menunjukkan penghormatan masyarakat Hindu kepada Trimurti: Brahma, Wisnu, dan Syiwa.
Setiap candi perwara memiliki isi yang berbeda. Pada candi perwara tengah terdapat patung Sapi (dalam mitologi Hindu, Sapi adalah kendaraan dari Dewa Siwa). Sedangkan di candi yang mengapitnya terdapat lingga dan yoni.
Untuk candi utamanya terdapat lingga dan yoni yang sangat besar (bila dibandingkan dengan candi sambi sari).
Struktur bangunan lain yang ada di kompleks percandian Ijo, antara lain terdapat pada teras kesembilan, berupa sisa batur bangunan yang menghadap ke timur. Di teras kedelapan terdapat tiga buah candi dan empat buah batur bangunan, serta ditemukan dua buah prasasti batu. Salah satu prasasti ditemukan di atas dinding pintu masuk candi yang diberi kode F. Prasasti batu tersebut setinggi satu meter dengan tulisan berbunyi Guywan, oleh Soekarno dibaca Bluyutan yang berarti pertapaan. Prasasti batu yang lain berukuran tinggi 14 cm, tebal 9 cm, memuat 16 buah kalimat yang berupa mantra kutukan yang diulang-ulang berbunyi Om sarwwawinasa, sarwwawinasa. Prasasti-prasasti tersebut tidak menyebut angka tahun, tetapi dari sudut paleografis dapat diperkirakan berasal dari abad VIII-IX M, sehingga candi Ijo diduga juga dibangun pada periode yang sama. Di teras kelima terdapat satu candi dan dua batur, sedangkan di teras keempat dan teras pertama masing-masing terdapat satu candi. Namun, teras kesepuluh, ketujuh, keenam, ketiga dan kedua tidak ditemukan bangunan.
Oh ya candi ini terletak pada ketinggian 395,481 m diatas permukaan air laut, viewnya ok banget untuk lihat satu kota Jogja beserta bandaranya.
Kesimpulan saya
Candi ini harus dikunjungi kalau sobat lirak lirik ke Jogja, karena keindahannya sayang untuk dilewatkan. So, kalau ke Jogja jangan cuma mampir ke candi Prambanan saja, masih ada candi yang indah kok di Jogja selain candi-candi besar
Salam Jalan-Jalan
Mas Senda
Sang Lirak
Rabu, 12 Januari 2011
Berpetualang bareng ibu-ibu dari Tsim Sha Tsui, Kowloon ke Stanley Market, jauh tapi asyik banget....
Masih seputar perjalanan Hongkong, kali ini saya akan menceritakan bagaimana perjalanan saya menuju Stanley Market. Pagi-pagi kami (saya dan beberapa teman satu rombongan) berangkat dari hotel kami di Harbour Plaza yang terletak di daerah Tokwawan, Kowloon, Hongkong menuju daerah Tsim Sha Tsui. Bis pengantar kami seperti mahfum sekali turis Indonesia senang sekali belanja, maka nggak heran mereka menempatkan kami di tempat ini.
Begitu sampai, kami terperangah dengan suasana sana, ternyata lagi-lagi kami dibawa ke mall. Buat saya secara pribadi mengunjungi mall itu sebenarnya membosankan, soalnya di Jakarta menurut saya mall lebih keren dan elit. Terlebih kalau hanya mampir ke Sogo, yah disini juga banyak banget Sogo, tapi mau bagaimana lagi namanya juga jalan sama ibu-ibu, pasti yang ada dipikirannya belanja dong, secara naluri kewanitaan.
Saya sempat jenuh dan bosan berkeliling mall sampai salah satu dari teman rombongan kami mengusulkan untuk jalan menuju Stanley Market. Brosur yang saya pegang membuatnya tertarik untuk membelanjakan uangnya dengan harga yang cukup miring juga.
Nah kalau saya sendiri sebenarnya tertarik pada sisi jalan-jalannya, daripada bosen keliling mall mending keliling kota Hongkong. Jadilah kita pergi ke Stanley saat itu. Salah satu rombongan saya bu Tita kemudian bertanya-tanya tentang rute perjalanan menuju ke Stanley pada salah satu security di Sogo dan mereka menyarankan kami untuk jalan menggunakan bis 973.
Akhirnya kami berjalan menuju halte dekat Sari Pan Pasific Hotel, menunggu bis tersebut. Karena bisnya lama, salah satu rombongan kami tidak sabar dan mengusulkan untuk naik taxi merah di depan Sari Pan Pasific Hotel. Saya setuju saja karena langkah ini saya pikir akan memangkas waktu perjalanan kita semua menuju kesana, maklum kami diberi batasan waktu oleh pihak tur untuk datang kembali sampai hotel jam 15.00 waktu Hongkong (waktu Hongkong sama persis dengan WITA, jadi buat yang tinggal di Indonesia bagian Barat hanya tinggal maju satu jam saja).
Kemudian kami mulai naik taxi, nah disinilah saya mulai mengalami kendala bahasa yang cukup fatal. Supir taxi di Hongkong ternyata tidak semuanya bisa bahasa Inggris, kami yang memakai dua armada taxi tertolong oleh salah satu supir taxi yang sedikit-dikit ngerti bahasa inggris. Jadilah kami memakai dua taxi, taxi saya diisi saya, bu Yulia dan anaknya Bachtiar, sedangkan taxi kedua berisi bu Tita, bu Dahliana dan pak Rudi.
Awalnya tidak ada masalah dengan perjalanan kami, tapi lama kelamaan kami mulai khawatir. Taxi yang membawa kami tiba-tiba mulai menjauh dari kota besar, melewati dua tol yang bayarnya cukup mahal (kalau nggak salah sekitar HK$ 45) dan melewati dua terowongan. Satu terowongan bawah laut dan satu lagi terowongan tembus dua gunung.
Waktu saya tanya, “How many kilometers from here to the Stanley Market?”
“I don’t know, it’s sofa, sofa (itu yang terdengar di telinga saya padahal maksudnya adalah so far...),” glek langsung saya menelan ludah. Kemudian saya mulai bertanya dimana letak Stanley Market, dan dia langsung menjawab di perbatasan antara China dan Hongkong (ma’ kacau nih, ternyata jauh banget tempatnya). Saya kemudian coba bersms ria via hp bu Julia ke bu Tita namun jaringan yang tidak mendukung membuat sms saya tidak sampai. Sedikit banyak saya mulai panik karena argo sudah menunjukan lebih dari HK$ 120, sampai akhirnya kami sampai juga di Stanley Market.
Ternyata perjalanan kami menghabiskan HK$ 240 atau setara dengan Rp. 250.000. Lemes saya, untungnya bu Tita yang mau nanggung semuanya, jadi saya bisa bernafas lega (karena uang saya sebenarnya pas-pasan banget di dompet).
Sampai sana mulailah saya mencari-cari barang-barang yang bisa jadi buah tangan. Keliling di sini saya menemukan beberapa barang kulit murah meriah, hmm memang ya produk China murah-murah banget sampai saya dibuat geleng-geleng kepala. Ada juga sepatu-sepatu asli yang dijual dengan harga cukup miring. Yang menarik ada benda berupa bantalan yang bisa tiba-tiba hangat bila dipencet. Panasnya akan bertahan selama satu jam bila dipencet. Kalau panasnya sudah hilang kita bisa masak di air mendidih, dan ia akan simpan panasnya. Keren banget bendanya deh....
Di sini saya hanya beli tas dan pajangan saja. Selebihnya saya tidak beli, karena memang selain terbatas saya juga bukan seorang yang doyan belanja. Lama kami berkeliling, kami akhirnya memutuskan untuk kembali ke Kowloong. Namun kali ini bukan dengan taxi, kami menggunakan 973 untuk pulang ke Tsim Sha Sui. Dan mulailah saya buat kesalahan, kartu nama yang saya keluarkan bertuliskan Harbour Plaza saya tunjukan ternyata direspons dengan gelengan dan 973 melengos begitu saja di depan kami. Bu Tita kaget, ia marah bukan kepalang saat saya mengeluarkan kartu nama, karena bis yang nanti akan datang memiliki jeda waktu yang cukup lama (sekitar setengah jam).
Jadilah kami menunggu bis, sementara itu detak jam menunjukan pukul 14.00, dan kami mulai diliputi kegelisahan karena bis belum datang juga. Bu Dahliana yang kebelet pipis kemudian pergi dari halte mencari toilet. Saat ia ke toilet tiba-tiba saja bis datang, paniklah kembali kita karena bu Dahliana belum datang juga, beruntung ia pergi tidak terlalu lama sehingga kami bisa masuk ke dalam bis.
Sudah masuk dalam bis, sedikit banyak membuat kami lega, meski sebenarnya belum terlalu lega karena bis berjalan 14.10. Dari sini kami mulai khawatir lagi, karena kami takut bis hotel di Tsim Sha Sui meninggalkan kami, kalau sudah begitu kami akan telat sampai hotel. Banyak wajah-wajah khawatir saat itu, tapi saya sendiri tidak terlalu khawatir, pemandangan Hongkong terlalu sayang untuk dilewatkan terutama Repulse Bay yang kami lewati.
Sampai akhirnya kami sampai di Tsim Sha Sui jam 14.45 tepat. Bu Tita yang pandangannya tajam melihat bis hijau bertuliskan Harbour Plaza. “Itu dia bis kita, ayo kita kejar....”
Sebagai pemegang nomer lari 100m di SMP saya langsung ambil ancang-ancang untuk lari. Dengan cepat saya kemudian kejar bis itu sampai pada satu titik ia berhenti, dengan ngos-ngosan saya jelaskan teman-teman saya sedang menuju ke sini, saya minta tolong padanya untuk tetap menunggu.
Beruntungnya kami tepat sampai hotel dan semua sudah siap berkemas menuju Macau, ahh perjalanan yang melelahkan namun puas....
Hmm itulah sekelumit perjalanan saya selama di Hongkong, sebenarnya masih banyak cerita menarik yang belum saya ceritakan, tapi sepertinya nggak muat kalau saya ceritain sekarang, segini dulu saja ya sobat....
Salam Jalan Jalan
Mas Senda
Sang Lirak
Begitu sampai, kami terperangah dengan suasana sana, ternyata lagi-lagi kami dibawa ke mall. Buat saya secara pribadi mengunjungi mall itu sebenarnya membosankan, soalnya di Jakarta menurut saya mall lebih keren dan elit. Terlebih kalau hanya mampir ke Sogo, yah disini juga banyak banget Sogo, tapi mau bagaimana lagi namanya juga jalan sama ibu-ibu, pasti yang ada dipikirannya belanja dong, secara naluri kewanitaan.
Saya sempat jenuh dan bosan berkeliling mall sampai salah satu dari teman rombongan kami mengusulkan untuk jalan menuju Stanley Market. Brosur yang saya pegang membuatnya tertarik untuk membelanjakan uangnya dengan harga yang cukup miring juga.
Nah kalau saya sendiri sebenarnya tertarik pada sisi jalan-jalannya, daripada bosen keliling mall mending keliling kota Hongkong. Jadilah kita pergi ke Stanley saat itu. Salah satu rombongan saya bu Tita kemudian bertanya-tanya tentang rute perjalanan menuju ke Stanley pada salah satu security di Sogo dan mereka menyarankan kami untuk jalan menggunakan bis 973.
Akhirnya kami berjalan menuju halte dekat Sari Pan Pasific Hotel, menunggu bis tersebut. Karena bisnya lama, salah satu rombongan kami tidak sabar dan mengusulkan untuk naik taxi merah di depan Sari Pan Pasific Hotel. Saya setuju saja karena langkah ini saya pikir akan memangkas waktu perjalanan kita semua menuju kesana, maklum kami diberi batasan waktu oleh pihak tur untuk datang kembali sampai hotel jam 15.00 waktu Hongkong (waktu Hongkong sama persis dengan WITA, jadi buat yang tinggal di Indonesia bagian Barat hanya tinggal maju satu jam saja).
Kemudian kami mulai naik taxi, nah disinilah saya mulai mengalami kendala bahasa yang cukup fatal. Supir taxi di Hongkong ternyata tidak semuanya bisa bahasa Inggris, kami yang memakai dua armada taxi tertolong oleh salah satu supir taxi yang sedikit-dikit ngerti bahasa inggris. Jadilah kami memakai dua taxi, taxi saya diisi saya, bu Yulia dan anaknya Bachtiar, sedangkan taxi kedua berisi bu Tita, bu Dahliana dan pak Rudi.
Awalnya tidak ada masalah dengan perjalanan kami, tapi lama kelamaan kami mulai khawatir. Taxi yang membawa kami tiba-tiba mulai menjauh dari kota besar, melewati dua tol yang bayarnya cukup mahal (kalau nggak salah sekitar HK$ 45) dan melewati dua terowongan. Satu terowongan bawah laut dan satu lagi terowongan tembus dua gunung.
Waktu saya tanya, “How many kilometers from here to the Stanley Market?”
“I don’t know, it’s sofa, sofa (itu yang terdengar di telinga saya padahal maksudnya adalah so far...),” glek langsung saya menelan ludah. Kemudian saya mulai bertanya dimana letak Stanley Market, dan dia langsung menjawab di perbatasan antara China dan Hongkong (ma’ kacau nih, ternyata jauh banget tempatnya). Saya kemudian coba bersms ria via hp bu Julia ke bu Tita namun jaringan yang tidak mendukung membuat sms saya tidak sampai. Sedikit banyak saya mulai panik karena argo sudah menunjukan lebih dari HK$ 120, sampai akhirnya kami sampai juga di Stanley Market.
Ternyata perjalanan kami menghabiskan HK$ 240 atau setara dengan Rp. 250.000. Lemes saya, untungnya bu Tita yang mau nanggung semuanya, jadi saya bisa bernafas lega (karena uang saya sebenarnya pas-pasan banget di dompet).
Sampai sana mulailah saya mencari-cari barang-barang yang bisa jadi buah tangan. Keliling di sini saya menemukan beberapa barang kulit murah meriah, hmm memang ya produk China murah-murah banget sampai saya dibuat geleng-geleng kepala. Ada juga sepatu-sepatu asli yang dijual dengan harga cukup miring. Yang menarik ada benda berupa bantalan yang bisa tiba-tiba hangat bila dipencet. Panasnya akan bertahan selama satu jam bila dipencet. Kalau panasnya sudah hilang kita bisa masak di air mendidih, dan ia akan simpan panasnya. Keren banget bendanya deh....
Di sini saya hanya beli tas dan pajangan saja. Selebihnya saya tidak beli, karena memang selain terbatas saya juga bukan seorang yang doyan belanja. Lama kami berkeliling, kami akhirnya memutuskan untuk kembali ke Kowloong. Namun kali ini bukan dengan taxi, kami menggunakan 973 untuk pulang ke Tsim Sha Sui. Dan mulailah saya buat kesalahan, kartu nama yang saya keluarkan bertuliskan Harbour Plaza saya tunjukan ternyata direspons dengan gelengan dan 973 melengos begitu saja di depan kami. Bu Tita kaget, ia marah bukan kepalang saat saya mengeluarkan kartu nama, karena bis yang nanti akan datang memiliki jeda waktu yang cukup lama (sekitar setengah jam).
Jadilah kami menunggu bis, sementara itu detak jam menunjukan pukul 14.00, dan kami mulai diliputi kegelisahan karena bis belum datang juga. Bu Dahliana yang kebelet pipis kemudian pergi dari halte mencari toilet. Saat ia ke toilet tiba-tiba saja bis datang, paniklah kembali kita karena bu Dahliana belum datang juga, beruntung ia pergi tidak terlalu lama sehingga kami bisa masuk ke dalam bis.
Sudah masuk dalam bis, sedikit banyak membuat kami lega, meski sebenarnya belum terlalu lega karena bis berjalan 14.10. Dari sini kami mulai khawatir lagi, karena kami takut bis hotel di Tsim Sha Sui meninggalkan kami, kalau sudah begitu kami akan telat sampai hotel. Banyak wajah-wajah khawatir saat itu, tapi saya sendiri tidak terlalu khawatir, pemandangan Hongkong terlalu sayang untuk dilewatkan terutama Repulse Bay yang kami lewati.
Sampai akhirnya kami sampai di Tsim Sha Sui jam 14.45 tepat. Bu Tita yang pandangannya tajam melihat bis hijau bertuliskan Harbour Plaza. “Itu dia bis kita, ayo kita kejar....”
Sebagai pemegang nomer lari 100m di SMP saya langsung ambil ancang-ancang untuk lari. Dengan cepat saya kemudian kejar bis itu sampai pada satu titik ia berhenti, dengan ngos-ngosan saya jelaskan teman-teman saya sedang menuju ke sini, saya minta tolong padanya untuk tetap menunggu.
Beruntungnya kami tepat sampai hotel dan semua sudah siap berkemas menuju Macau, ahh perjalanan yang melelahkan namun puas....
Hmm itulah sekelumit perjalanan saya selama di Hongkong, sebenarnya masih banyak cerita menarik yang belum saya ceritakan, tapi sepertinya nggak muat kalau saya ceritain sekarang, segini dulu saja ya sobat....
Salam Jalan Jalan
Mas Senda
Sang Lirak
Sabtu, 08 Januari 2011
4 Rekomendasi Pertunjukan di Macau
Hola sobat lirak lirik, kali ini saya akan bercerita banyak tentang 4 pertunjukan yang harus didatangi jika anda pergi ke Macau. Empat pertunjukan tersebut adalah sebagai berikut:
Pertunjukan ini memang beda dari pertunjukan lainnya, ia memadukan unsur sirkus, jalan cerita, permainan laser, 4D sampai air yang menari-menari mengelilingi panggung. Kalau anda sempat ke City of Dreams, cobalah mampir ke pertunjukan The House of Dancing Water, dijamin anda akan takjub dengan tarian yang luar biasa.
2. Pertunjukan Zaia, Circue de Solei di The Venetian
Ini adalah pertunjukan sirkus legendaris di dunia, mereka (grup Cirque de Solei) hanya melakukan dua pertunjukan yang menetap. Pertunjukan pertama bisa dilihat di Las Vegas dan pertunjukan selanjutnya bisa dilihat di Macau. Untuk pertunjukan lainnya biasanya mereka mengadakan tur keliling dunia, Indonesia waktu itu pernah kedatangan sirkus ini, penampilan mereka berbeda dengan sirkus lainnya, karena mereka punya tema dan cerita tertentu dalam setiap penampilannya. Sewaktu saya kesana, mereka sedang memainkan lakon Zaia yang bercerita tentang hubungan dua pasang kekasih seperti Romeo dan Juliet.
3. The Bubble di City of Dreams
Saya sudah pernah membahas sebelumnya tentang pengalaman saya nonton The Bubble, untuk sebuah pertunjukan The Bubble sangat menarik karena permainan lightingnya memukau siapa saja untuk melihatnya. Ada sensasi tersendiri yang bisa anda rasakan saat menontonnya. Kita seperti dibawa melihat dunia lain yang penuh imajinasi dan warna. Sungguh pengalaman yang tidak bisa dilupakan saat melihat pertunjukan ini....
4. Disney on Ice di The Venetian
Buat sobat lirak lirik yang sudah memiliki anak, Disney on Ice adalah pertunjukan menarik untuk anda lihat. Seperti biasa kita akan menemukan karakter-karakter disney dari mulai Mickey yang legendaris sampai dengan The Cars yang lucu, semua menjadi permainan yang menarik dan natural.
Nah itulah empat pertunjukan yang saya rekomendasikan bila anda berkunjung ke Macau, masih ada cerita perjalanan saya tentang Macau, penasaran? Tunggu tulisan selanjutnya ya....
Salam Jalan Jalan
Mas Senda
Sang Lirak
Pertunjukan ini memang beda dari pertunjukan lainnya, ia memadukan unsur sirkus, jalan cerita, permainan laser, 4D sampai air yang menari-menari mengelilingi panggung. Kalau anda sempat ke City of Dreams, cobalah mampir ke pertunjukan The House of Dancing Water, dijamin anda akan takjub dengan tarian yang luar biasa.
2. Pertunjukan Zaia, Circue de Solei di The Venetian
Ini adalah pertunjukan sirkus legendaris di dunia, mereka (grup Cirque de Solei) hanya melakukan dua pertunjukan yang menetap. Pertunjukan pertama bisa dilihat di Las Vegas dan pertunjukan selanjutnya bisa dilihat di Macau. Untuk pertunjukan lainnya biasanya mereka mengadakan tur keliling dunia, Indonesia waktu itu pernah kedatangan sirkus ini, penampilan mereka berbeda dengan sirkus lainnya, karena mereka punya tema dan cerita tertentu dalam setiap penampilannya. Sewaktu saya kesana, mereka sedang memainkan lakon Zaia yang bercerita tentang hubungan dua pasang kekasih seperti Romeo dan Juliet.
3. The Bubble di City of Dreams
Saya sudah pernah membahas sebelumnya tentang pengalaman saya nonton The Bubble, untuk sebuah pertunjukan The Bubble sangat menarik karena permainan lightingnya memukau siapa saja untuk melihatnya. Ada sensasi tersendiri yang bisa anda rasakan saat menontonnya. Kita seperti dibawa melihat dunia lain yang penuh imajinasi dan warna. Sungguh pengalaman yang tidak bisa dilupakan saat melihat pertunjukan ini....
4. Disney on Ice di The Venetian
Buat sobat lirak lirik yang sudah memiliki anak, Disney on Ice adalah pertunjukan menarik untuk anda lihat. Seperti biasa kita akan menemukan karakter-karakter disney dari mulai Mickey yang legendaris sampai dengan The Cars yang lucu, semua menjadi permainan yang menarik dan natural.
Nah itulah empat pertunjukan yang saya rekomendasikan bila anda berkunjung ke Macau, masih ada cerita perjalanan saya tentang Macau, penasaran? Tunggu tulisan selanjutnya ya....
Salam Jalan Jalan
Mas Senda
Sang Lirak
Kamis, 06 Januari 2011
Jumbo Floating Restaurant
Seputar Hongkong, jejak dan langkah traveling saya masih akan berkutat di sana. Kali ini sobat lirak lirik akan saya ajak mengunjungi restaurant yang termahsyur di Hongkong. Nama restaurantnya Jumbo King Restaurant. Untuk lebih jelasnya mari kita simak perjalanan berikut:
Sejarahnya
Dahulu restaurant ini adalah tempat penampungan korban perang dunia ke dua. Dalam perkembangannya dibawa ke Australia untuk dijadikan sebuah restaurant oleh Pak Tai pada tahun 1952 dengan nama Floating Restaurant.
Pada tanggal 30 Oktober 1971, terjadi kebakaran hebat di kapal ini, hingga akhirnya membuat 34 karyawan di dalamnya tewas. Hingga keadaannya sudah tidak karuan.
Barulah tahun 1976, kapal ini di bangun kembali dengan menghabiskan dana HK $ 30,000,000, dengan konsep bangunan istana Tiongkok kuno.
Pada tahun 2000, sebagian dari kapal besar ini dibawa ke Manila (Filipina) dari Pelabuhan Aberdeen (Hongkong), sejak saat itu Floating terpecah menjadi dua bagian, Jumbo King Manila dan Jumbo Floating Hongkong.
Ada apa saja disana?
Di restaurant ini kita akan menemukan ornamen khas istana tiongkok jaman dahulu kala, ada deck yang viewnya bagus banget dilihat dari segala arah, di sekitarnya kita akan menemukan perkampungan Aberdeen (yang penghuninya hidup di kapal, nanti akan ada liputan khusus untuk menjelaskan ini), sekolah memasak, kebun anggur, tempat belanja dan ruang pameran.
Saat ini kapal ini tidak mengapung seperti layaknya kapal pada umumnya, karena sudah dipantek oleh pihak pengelola di tengah-tengan laut.
Makanan apa saja yang disajikan disana?
Urusan perut, memang tidak kompromi, rombongan kami disajikan makanan yang luar biasa mulai dari sup tofu dengan kaldu seafood, udang, daging tomat, paprika, ikan dll. Pokoknya kuenyang habis deh, harganya kalau boleh jujur lumayan mahal kalau tidak pakai rombongan tur, tapi berhubung sudah ada yang mengurus, harganya mungkin jadi miring.
Rasa makanan dari restaurant ini uenak banget, rasa sayurannya segar (seperti baru dipetik dan dimakan, hmm yummy) sampai rasa daging tomat yang juicy habis, pokoknya kalau kata Bondan Winarno, ma’nyus dan kalau kata saya Hi Recomended....
Meski begitu ada yang saya kurang suka dari restaurant ini, tahu apa? Pelayannya itu menyebalkan, belagu dan galak. Rasanya mau saya timpuk pake gelas, tapi untungnya makanannya enak jadi niat itu sudah tidak menjadi masalah karena kekenyangan, hehehe....
Kesan saya....
Restaurant ini seperti ikonnya Hongkong, jadi kalau ke Hongkong belum ke Restaurant ini seperti ada yang kurang. Sama halnya kalau ke Jogja nggak makan di Angkringan, rasanya aneh gitu....
Kalau untuk pelayanan terus terang saya tidak terlalu suka dengan pelayan di sini yang marah-marah dan tidak ramah, seharusnya sebagai tamu kami dilayani dengan maksimum tapi ini malah disambut dengan ketus. Saya sendiri jadi bertanya-tanya apa pelayan ini gajinya kecil ya? Apa mungkin gajinya di bawah UMR? (emangnya Indonesia, wkwkwkwk).
Untuk pemandangan, saya boleh bilang view restaurant ini sangat bagus, karena kita bisa lihat sunset, cocok untuk pasangan yang honeymoon (cieee...).
So itulah kesimpulan saya terhadap restaurant ini, edisi depan ada petualangan yang lebih seru lagi, jangan lupa untuk kunjungi Lirak Lirik lagi ya....
Salam Jalan-Jalan
Mas Senda
Sang Lirak
Sejarahnya
Dahulu restaurant ini adalah tempat penampungan korban perang dunia ke dua. Dalam perkembangannya dibawa ke Australia untuk dijadikan sebuah restaurant oleh Pak Tai pada tahun 1952 dengan nama Floating Restaurant.
Pada tanggal 30 Oktober 1971, terjadi kebakaran hebat di kapal ini, hingga akhirnya membuat 34 karyawan di dalamnya tewas. Hingga keadaannya sudah tidak karuan.
Barulah tahun 1976, kapal ini di bangun kembali dengan menghabiskan dana HK $ 30,000,000, dengan konsep bangunan istana Tiongkok kuno.
Pada tahun 2000, sebagian dari kapal besar ini dibawa ke Manila (Filipina) dari Pelabuhan Aberdeen (Hongkong), sejak saat itu Floating terpecah menjadi dua bagian, Jumbo King Manila dan Jumbo Floating Hongkong.
Ada apa saja disana?
Di restaurant ini kita akan menemukan ornamen khas istana tiongkok jaman dahulu kala, ada deck yang viewnya bagus banget dilihat dari segala arah, di sekitarnya kita akan menemukan perkampungan Aberdeen (yang penghuninya hidup di kapal, nanti akan ada liputan khusus untuk menjelaskan ini), sekolah memasak, kebun anggur, tempat belanja dan ruang pameran.
Saat ini kapal ini tidak mengapung seperti layaknya kapal pada umumnya, karena sudah dipantek oleh pihak pengelola di tengah-tengan laut.
Makanan apa saja yang disajikan disana?
Urusan perut, memang tidak kompromi, rombongan kami disajikan makanan yang luar biasa mulai dari sup tofu dengan kaldu seafood, udang, daging tomat, paprika, ikan dll. Pokoknya kuenyang habis deh, harganya kalau boleh jujur lumayan mahal kalau tidak pakai rombongan tur, tapi berhubung sudah ada yang mengurus, harganya mungkin jadi miring.
Rasa makanan dari restaurant ini uenak banget, rasa sayurannya segar (seperti baru dipetik dan dimakan, hmm yummy) sampai rasa daging tomat yang juicy habis, pokoknya kalau kata Bondan Winarno, ma’nyus dan kalau kata saya Hi Recomended....
Meski begitu ada yang saya kurang suka dari restaurant ini, tahu apa? Pelayannya itu menyebalkan, belagu dan galak. Rasanya mau saya timpuk pake gelas, tapi untungnya makanannya enak jadi niat itu sudah tidak menjadi masalah karena kekenyangan, hehehe....
Kesan saya....
Restaurant ini seperti ikonnya Hongkong, jadi kalau ke Hongkong belum ke Restaurant ini seperti ada yang kurang. Sama halnya kalau ke Jogja nggak makan di Angkringan, rasanya aneh gitu....
Kalau untuk pelayanan terus terang saya tidak terlalu suka dengan pelayan di sini yang marah-marah dan tidak ramah, seharusnya sebagai tamu kami dilayani dengan maksimum tapi ini malah disambut dengan ketus. Saya sendiri jadi bertanya-tanya apa pelayan ini gajinya kecil ya? Apa mungkin gajinya di bawah UMR? (emangnya Indonesia, wkwkwkwk).
Untuk pemandangan, saya boleh bilang view restaurant ini sangat bagus, karena kita bisa lihat sunset, cocok untuk pasangan yang honeymoon (cieee...).
So itulah kesimpulan saya terhadap restaurant ini, edisi depan ada petualangan yang lebih seru lagi, jangan lupa untuk kunjungi Lirak Lirik lagi ya....
Salam Jalan-Jalan
Mas Senda
Sang Lirak
Rabu, 05 Januari 2011
Menikmati Pertunjukan The Bubble di City of Dreams
Masih seputar Macau kali ini saya akan mengajak sobat lirak-lirik menelusuri perjalanan saya selama di Macau.
Bicara soal pertunjukan The Bubble di City of Dreams sebenarnya sih tidak terlalu wah, tapi untuk sebuah pertunjukan 4D yang atraktif pertunjukan ini bisa jadi rekomendasi bagi sobat lirak lirik untuk sekedar melepas stres.
Saya masih ingat sekali pengalaman saya ketika melihat pertunjukan ini, saat itu kami harus ngantri lama-lama sebelum pertunjukan dimulai, saya yang sebenarnya sudah letih agak malas berdiri lama, namun tiba-tiba saja ada pertunjukan yang membuat kami (terpaksa) melihatnya. Betapa tidak saya harus melihat pertunjukan sulap dengan pesulapnya memakai pakaian-pakaian khas game Ragnarok. Mungkin untuk masalah ini saya tidak terlalu mempermasalahkan, namun ada hal lain yang sangat mengganggu saya ketika saya melihatnya.
Yup, saya dipaksa mendengarkan arahan sulapnya dengan menggunakan bahasa mandarin, huft pusinglah saya dibuatnya. Dan yang senang dalam hal ini tentu saja turis-turis China, saya sendiri cuma bisa melongo sambil menerka apa yang dia bicarakan.
Hampir setengah jam saya menunggu untuk masuk ke Bubble, ditambah lagi dengan hiburan sulap mandarin yang sama sekali tidak membuat saya paham. Saya yang waktu itu belum tahu akan melihat apa, sudah bergumam dalam hati, “Aduh parah banget nih, masa iya suruh nonton pertunjukan sulap pakai bahasa mandarin saja harus antri!”
Hingga akhirnya pintu masukpun terbuka....
Dalam sebuah ruangan berbentuk setengah lingkaran kami kemudian masuk, kesan pertama masuk seperti berada dalam Boscha Lembang, hingga pertunjukan dimulai barulah semuanya menjadi beda.
Pertunjukan ini dimulai dengan bubble yang melayang diatas, setelah itu dikelilingi dengan ubur-ubur raksasa (melihat openingnya membuat saya berpikir tentang Sponge Bob, masih terngiang kata-katanya di benak saya, “bermain ubur-ubur, bermain ubur-ubur...”).
Usai bubble pergi, tiba-tiba saja ada harimau besar (hologram) yang mengaum di atas kepala kita, ia kemudian melompat kesana kemari sambil mengaum.... Setiap aumannya mengeluarkan nafas dimana asap membumbung keluar dari atas (hmm pertunjukannya mulai menarik).
Setelah harimau besar itu pergi, kami kemudian dibawa ke ruang bawah laut berbentuk lingkaran. Kami kemudian dibawa ke dalam sebuah tempat dimana terdapat empat bubble dimana masing-masing bubble nantinya akan diambil oleh masing-masing naga yang akan mengajak kita berpetualang ke berbagai macam dunia.
Ada naga yang mengajak kita ke dunia laut, dimana kita bisa melihat hewan-hewan laut. Kemudian ada juga naga yang mengajak kita ke daratan yang indah, lanjut lagi ke naga yang membawa kita ke dalam dunia angkasa, hingga ke dunia merah yang antah berantah (hmm dugaan saya, filosofi ini menggambarkan Yin dan Yang dimana air, udara, api dan tanah menjadi simbol kehidupan orang Tionghoa). Setelah itu keluarlah raja naga yang membawa kita melihat panorama kutub utara dengan auroranya. Kesan saya pada ending ini baru menakjubkan....
Setelah itu bubble kemudian berada di tengah dan kami seperti dibawa naik ke atas kembali, pertunjukanpun selesai.
Nah itulah sepenggal kisah saya di Macau, besok masih ada lagi perjalanan saya yang mengasyikkan selama di Macau, check it out ya....
Salam Jalan-Jalan
Mas Senda
Sang Lirak
Sumber Foto: Koleksi Sendiri, duniajalanjalan.com dan Life
Bicara soal pertunjukan The Bubble di City of Dreams sebenarnya sih tidak terlalu wah, tapi untuk sebuah pertunjukan 4D yang atraktif pertunjukan ini bisa jadi rekomendasi bagi sobat lirak lirik untuk sekedar melepas stres.
Saya masih ingat sekali pengalaman saya ketika melihat pertunjukan ini, saat itu kami harus ngantri lama-lama sebelum pertunjukan dimulai, saya yang sebenarnya sudah letih agak malas berdiri lama, namun tiba-tiba saja ada pertunjukan yang membuat kami (terpaksa) melihatnya. Betapa tidak saya harus melihat pertunjukan sulap dengan pesulapnya memakai pakaian-pakaian khas game Ragnarok. Mungkin untuk masalah ini saya tidak terlalu mempermasalahkan, namun ada hal lain yang sangat mengganggu saya ketika saya melihatnya.
Yup, saya dipaksa mendengarkan arahan sulapnya dengan menggunakan bahasa mandarin, huft pusinglah saya dibuatnya. Dan yang senang dalam hal ini tentu saja turis-turis China, saya sendiri cuma bisa melongo sambil menerka apa yang dia bicarakan.
Hampir setengah jam saya menunggu untuk masuk ke Bubble, ditambah lagi dengan hiburan sulap mandarin yang sama sekali tidak membuat saya paham. Saya yang waktu itu belum tahu akan melihat apa, sudah bergumam dalam hati, “Aduh parah banget nih, masa iya suruh nonton pertunjukan sulap pakai bahasa mandarin saja harus antri!”
Hingga akhirnya pintu masukpun terbuka....
Dalam sebuah ruangan berbentuk setengah lingkaran kami kemudian masuk, kesan pertama masuk seperti berada dalam Boscha Lembang, hingga pertunjukan dimulai barulah semuanya menjadi beda.
Pertunjukan ini dimulai dengan bubble yang melayang diatas, setelah itu dikelilingi dengan ubur-ubur raksasa (melihat openingnya membuat saya berpikir tentang Sponge Bob, masih terngiang kata-katanya di benak saya, “bermain ubur-ubur, bermain ubur-ubur...”).
Usai bubble pergi, tiba-tiba saja ada harimau besar (hologram) yang mengaum di atas kepala kita, ia kemudian melompat kesana kemari sambil mengaum.... Setiap aumannya mengeluarkan nafas dimana asap membumbung keluar dari atas (hmm pertunjukannya mulai menarik).
Setelah harimau besar itu pergi, kami kemudian dibawa ke ruang bawah laut berbentuk lingkaran. Kami kemudian dibawa ke dalam sebuah tempat dimana terdapat empat bubble dimana masing-masing bubble nantinya akan diambil oleh masing-masing naga yang akan mengajak kita berpetualang ke berbagai macam dunia.
Ada naga yang mengajak kita ke dunia laut, dimana kita bisa melihat hewan-hewan laut. Kemudian ada juga naga yang mengajak kita ke daratan yang indah, lanjut lagi ke naga yang membawa kita ke dalam dunia angkasa, hingga ke dunia merah yang antah berantah (hmm dugaan saya, filosofi ini menggambarkan Yin dan Yang dimana air, udara, api dan tanah menjadi simbol kehidupan orang Tionghoa). Setelah itu keluarlah raja naga yang membawa kita melihat panorama kutub utara dengan auroranya. Kesan saya pada ending ini baru menakjubkan....
Setelah itu bubble kemudian berada di tengah dan kami seperti dibawa naik ke atas kembali, pertunjukanpun selesai.
Nah itulah sepenggal kisah saya di Macau, besok masih ada lagi perjalanan saya yang mengasyikkan selama di Macau, check it out ya....
Salam Jalan-Jalan
Mas Senda
Sang Lirak
Sumber Foto: Koleksi Sendiri, duniajalanjalan.com dan Life
Kuala Lumpur
Hola sobat Lirak-lirik, hmm saya kali ini akan menjelaskan tentang jejak-jejak langkah saya selama keliling Kuala Lumpur, dimulai dari asal muasal Kuala Lumpur ya....
Sejarah Kuala Lumpur
Sejarah modern Kuala Lumpur dimulai pada tahun 1850-an, ketika Raja Abdullah membayar buruh Cina untuk membuka tambang timah yang baru dan lebih besar. Mereka tiba di muara Sungai Gombak dan Sungai Klang untuk membuka tambang di Ampang.
Tambang-tambang ini berkembang menjadi kawasan perdagangan yang semakin diterima sebagai kota perbatasan. Banyak kemelut yang dialami Kuala Lumpur, seperti Perang Saudara Selangor, wabah penyakit, kebakaran, dan banjir.
Sekitar tahun 1870-an, Kapitan Cina Kuala Lumpur, Yap Ah Loy, menjadi pemimpin yang bertanggungjawab atas pertahanan dan pertumbuhan kota ini ini. Ia mulai membangun Kuala Lumpur dari sebuah tempat kecil yang tidak dikenal menjadi kota pertambangan dengan ekonomi aktif. Pada tahun 1880, ibukota Selangor dipindah dari Klang ke Kuala Lumpur yang jauh lebih strategis.
Pada tahun 1881, kebakaran dan banjir menghancurkan struktur kayu dan atap Kuala Lumpur. Residen Inggris di Selangor, Frank Swettenham, bertindak dengan mewajibkan semua bangunan dibangun dari batu bata dan ubin saja. Kebanyakan bangunan baru menyerupai rumah toko di Cina Selatan, dengan ciri "kaki lima". Transportasi ke kota ini dipermudah dengan pembangunan jalur kereta api. Pembangunan semakin pesat pada tahun 1890-an, sehingga didirikan sebuah Lembaga Kebersihan (Sanitary Board). Pada tahun 1896, Kuala Lumpur dipilih sebagai ibukota "Negeri-Negeri Melayu Bersekutu" yang baru.
Berbagai komunitas datang menetap di Kuala Lumpur. Kaum Cina menetap di sekitar pusat perdagangan Medan Pasar di sebelah timur Sungai Klang. Orang Melayu, Chettiar, dan India Muslim menetap di sepanjang Java Street (kini Jalan Tun Perak). Lapangan yang kini dikenal sebagai Lapangan Merdeka, merupakan pusat kantor pemerintahan Inggris.
Pada masa Perang Dunia Kedua, Kuala Lumpur dikuasai oleh tentara Jepang dari 11 Januari 1942 hinggga 15 Oktober 1945.[16] Pada tahun 1957, Federasi Malaya berhasil meraih kemerdekaan dari Britania Raya, dan Kuala Lumpur dipilih menjadi ibukota. Setelah pembentukan Malaysia pada 16 September 1963, kota ini juga dipilih sebagai ibukota negara.
Kota ini menjadi saksi dari kerusuhan etnis yang meletus antara orang Melayu dengan orang Cina pada tanggal 13 Mei 1969. Kerusuhan ini disebabkan oleh ketidakpuasan orang Melayu terhadap keadaan sosio-politik mereka saat itu. Kerusuhan 13 Mei menewaskan sekitar 196 jiwa,[18] dan memicu perubahan kebijakan ekonomi negara.
Kuala Lumpur memperoleh status kota pada tahun 1972, menjadikannya pemukiman pertama di Malaysia yang mendapatkan status tersebut sejak kemerdekaan. Pada 1 Februari 1974, Kuala Lumpur menjadi Wilayah Persekutuan, sehingga ibukota Selangor dipindah ke Shah Alam pada tahun 1978.
Pada tahun 1998, sebuah gerakan politik yang dikenal sebagai "Reformasi" berlangsung di kota ini. Gerakan ini disebabkan oleh pemecatan Wakil Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim. Pendukung Anwar turun ke jalan dan meminta reformasi di tubuh pemerintahan.
Putrajaya dinyatakan sebagai Wilayah Persekutuan dan pusat pemerintahan Malaysia pada tanggal 1 Februari 2001. Fungsi-fungsi eksekutif dan yudikatif dipindah dari Kuala Lumpur ke Putrajaya. Namun, Parlemen Malaysia dan kediaman resmi Yang di-Pertuan Agong masih berada di Kuala Lumpur.
Kesan saya terhadap kota ini....
Terus terang kota ini tak ubahnya seperti Jakarta, ada bangunan modern dan beberapa bangunan tua yang cukup terawat. Bangunan peninggalan Inggris di KL terlihat sangat terawat. Beberapa arsitektur menunjukan ada akulturasi antara Inggris, Arab dan Melayu.
Di KL kotanya cukup rapih, meski beberapa bagian tetap saja terlihat kotor, kalau di Indonesia sebenarnya suasananya tidak ada yang berbeda, waktu saya ke Sungei Wang (tempat belanja model Tanah Abang) saya baru melihat kesan kumuh dari kota ini, nah yang lebih parahnya di daerah ini beberapa warga non muslim dengan santainya menjual dendeng b2. Awalnya saya tidak terlalu terganggu, namun lama kelamaan gerah juga, karena baunya itu nyengat banget....
Hmm apalagi ya? At least suasana di KL sih gak jauh beda sama Jakarta, malah sebenarnya kita lebih indah lho karena ada banyak tugu yang menyapa di mana-mana, ada tugu pak tani, tugu Diponegoro, tugu Pancoran, dll. Dari sini saya mulai mencintai kota saya sendiri, Jakarta....
Salam Jalan-Jalan
Mas Senda
Sang Lirak
Sejarah Kuala Lumpur
Sejarah modern Kuala Lumpur dimulai pada tahun 1850-an, ketika Raja Abdullah membayar buruh Cina untuk membuka tambang timah yang baru dan lebih besar. Mereka tiba di muara Sungai Gombak dan Sungai Klang untuk membuka tambang di Ampang.
Tambang-tambang ini berkembang menjadi kawasan perdagangan yang semakin diterima sebagai kota perbatasan. Banyak kemelut yang dialami Kuala Lumpur, seperti Perang Saudara Selangor, wabah penyakit, kebakaran, dan banjir.
Sekitar tahun 1870-an, Kapitan Cina Kuala Lumpur, Yap Ah Loy, menjadi pemimpin yang bertanggungjawab atas pertahanan dan pertumbuhan kota ini ini. Ia mulai membangun Kuala Lumpur dari sebuah tempat kecil yang tidak dikenal menjadi kota pertambangan dengan ekonomi aktif. Pada tahun 1880, ibukota Selangor dipindah dari Klang ke Kuala Lumpur yang jauh lebih strategis.
Pada tahun 1881, kebakaran dan banjir menghancurkan struktur kayu dan atap Kuala Lumpur. Residen Inggris di Selangor, Frank Swettenham, bertindak dengan mewajibkan semua bangunan dibangun dari batu bata dan ubin saja. Kebanyakan bangunan baru menyerupai rumah toko di Cina Selatan, dengan ciri "kaki lima". Transportasi ke kota ini dipermudah dengan pembangunan jalur kereta api. Pembangunan semakin pesat pada tahun 1890-an, sehingga didirikan sebuah Lembaga Kebersihan (Sanitary Board). Pada tahun 1896, Kuala Lumpur dipilih sebagai ibukota "Negeri-Negeri Melayu Bersekutu" yang baru.
Berbagai komunitas datang menetap di Kuala Lumpur. Kaum Cina menetap di sekitar pusat perdagangan Medan Pasar di sebelah timur Sungai Klang. Orang Melayu, Chettiar, dan India Muslim menetap di sepanjang Java Street (kini Jalan Tun Perak). Lapangan yang kini dikenal sebagai Lapangan Merdeka, merupakan pusat kantor pemerintahan Inggris.
Pada masa Perang Dunia Kedua, Kuala Lumpur dikuasai oleh tentara Jepang dari 11 Januari 1942 hinggga 15 Oktober 1945.[16] Pada tahun 1957, Federasi Malaya berhasil meraih kemerdekaan dari Britania Raya, dan Kuala Lumpur dipilih menjadi ibukota. Setelah pembentukan Malaysia pada 16 September 1963, kota ini juga dipilih sebagai ibukota negara.
Kota ini menjadi saksi dari kerusuhan etnis yang meletus antara orang Melayu dengan orang Cina pada tanggal 13 Mei 1969. Kerusuhan ini disebabkan oleh ketidakpuasan orang Melayu terhadap keadaan sosio-politik mereka saat itu. Kerusuhan 13 Mei menewaskan sekitar 196 jiwa,[18] dan memicu perubahan kebijakan ekonomi negara.
Kuala Lumpur memperoleh status kota pada tahun 1972, menjadikannya pemukiman pertama di Malaysia yang mendapatkan status tersebut sejak kemerdekaan. Pada 1 Februari 1974, Kuala Lumpur menjadi Wilayah Persekutuan, sehingga ibukota Selangor dipindah ke Shah Alam pada tahun 1978.
Pada tahun 1998, sebuah gerakan politik yang dikenal sebagai "Reformasi" berlangsung di kota ini. Gerakan ini disebabkan oleh pemecatan Wakil Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim. Pendukung Anwar turun ke jalan dan meminta reformasi di tubuh pemerintahan.
Putrajaya dinyatakan sebagai Wilayah Persekutuan dan pusat pemerintahan Malaysia pada tanggal 1 Februari 2001. Fungsi-fungsi eksekutif dan yudikatif dipindah dari Kuala Lumpur ke Putrajaya. Namun, Parlemen Malaysia dan kediaman resmi Yang di-Pertuan Agong masih berada di Kuala Lumpur.
Kesan saya terhadap kota ini....
Terus terang kota ini tak ubahnya seperti Jakarta, ada bangunan modern dan beberapa bangunan tua yang cukup terawat. Bangunan peninggalan Inggris di KL terlihat sangat terawat. Beberapa arsitektur menunjukan ada akulturasi antara Inggris, Arab dan Melayu.
Di KL kotanya cukup rapih, meski beberapa bagian tetap saja terlihat kotor, kalau di Indonesia sebenarnya suasananya tidak ada yang berbeda, waktu saya ke Sungei Wang (tempat belanja model Tanah Abang) saya baru melihat kesan kumuh dari kota ini, nah yang lebih parahnya di daerah ini beberapa warga non muslim dengan santainya menjual dendeng b2. Awalnya saya tidak terlalu terganggu, namun lama kelamaan gerah juga, karena baunya itu nyengat banget....
Hmm apalagi ya? At least suasana di KL sih gak jauh beda sama Jakarta, malah sebenarnya kita lebih indah lho karena ada banyak tugu yang menyapa di mana-mana, ada tugu pak tani, tugu Diponegoro, tugu Pancoran, dll. Dari sini saya mulai mencintai kota saya sendiri, Jakarta....
Salam Jalan-Jalan
Mas Senda
Sang Lirak
Langganan:
Postingan (Atom)